BANJARMASIN, – Batu bara terus mengalir, tapi ke mana keuntungannya? Pertanyaan itu kini menggema di Kalimantan Selatan setelah sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) membongkar dugaan tambang ilegal di lahan milik PT Baramarta.
Mereka menyebut, ada aktivitas penambangan tanpa izin resmi yang diduga sengaja ditutupi—dan negara menjadi korban utamanya.
Sorotan ini bukan isapan jempol. Senin pagi (11/8/2025), sekelompok aktivis dari LSM Garda Taruna Nusantara (GTN) bersama enam LSM lainnya menggelar aksi damai di depan kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Selatan, Banjarbaru.
Mereka membawa laporan resmi serta bukti-bukti awal dugaan praktik tambang ilegal di wilayah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Baramarta.
Ketua GTN Kalsel, Herry Yanto, mengungkap bahwa timnya menemukan aktivitas pertambangan yang tidak tercatat secara resmi, namun hasilnya diduga masuk ke jalur distribusi legal.
“Ada perusahaan yang beroperasi di lahan PT Baramarta tanpa prosedur yang jelas. Ini bukan sekadar pelanggaran teknis, ini dugaan kejahatan terstruktur. Negara bisa dirugikan miliaran rupiah,” kata Herry dengan nada serius.
Menurutnya, praktik seperti ini bisa jadi sudah berlangsung lama dan melibatkan lebih dari satu pihak—baik internal perusahaan maupun oknum eksternal yang bermain di belakang layar.
GTN meminta Kapolda Kalsel segera memeriksa legalitas kontrak kerja, transparansi lahan tambang, dan aliran hasil produksi batu bara di PT Baramarta. Mereka juga mengusulkan agar Mabes Polri ikut mengawasi agar penyelidikan tidak “masuk angin”.
Namun aksi GTN tak hanya bicara tambang. Mereka juga menyoroti sederet proyek besar Pemprov Kalsel yang dinilai janggal, mulai dari acara keagamaan hingga infrastruktur.
Salah satunya adalah pelaksanaan MTQ ke-36 Provinsi Kalimantan Selatan di Kabupaten Banjar, yang menelan anggaran hingga Rp15 miliar. GTN mencium potensi penyalahgunaan anggaran karena adanya tumpang tindih pengelolaan antara panitia dan event organizer.
GTN juga membongkar dugaan permainan dalam proyek SPAM Banjarbakula senilai Rp38 miliar. Aneh tapi nyata, pemenang tender berada di posisi ke-8 saat proses penawaran.
“Bagaimana bisa pemenangnya bukan yang terbaik dari sisi penawaran? Ini jelas patut dicurigai. Ada indikasi kongkalikong,” ujar Herry.
Tak berhenti di situ, proyek irigasi di Daha Selatan, GTN menduga ada praktik mark-up dan keterlibatan pejabat yang selama ini luput dari pemeriksaan
Dalam orasinya, Herry menegaskan bahwa aksi mereka bukan cari sensasi, melainkan bentuk kepedulian rakyat terhadap integritas penegakan hukum.
“Kami tidak ingin hukum hanya tegas ke rakyat kecil, tapi lemah terhadap elite. Ini tentang keadilan. Jangan biarkan Kalimantan Selatan dikuasai oleh oknum yang merusak sistem,” tegasnya.
GTN menyerahkan semua bukti dan laporan ke Ditreskrimsus, serta berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.