BANJARMASIN – Ia bukan sekadar prajurit. Ia penjelajah laut, pemimpin ekspedisi, sahabat pahlawan nasional, dan saksi hidup perjuangan Indonesia di tanah Borneo. Letkol (Marinir) Danussaputera, nama yang mungkin asing di telinga generasi muda, tapi keberaniannya telah mengukir sejarah yang abadi di Kalimantan Selatan.
Kini, lebih dari tujuh dekade setelah perjuangannya menantang lautan dan penjajahan, namanya kembali digaungkan. Minggu, 28 September 2025, tiang bendera merah putih akan didirikan di makamnya, sebagai bentuk penghormatan dari bangsa yang dulu ia perjuangkan.
“Beliau bukan hanya pejuang, tapi pelindung jiwa bangsa,” kenang H. Gerilyansyah Basrindu, putra rekan seperjuangannya.
⚓ Menantang Lautan Demi Tanah Borneo
Pada masa itu, berpangkat Kapten, Danussaputera memimpin ekspedisi laut dari Tuban menuju Kalimantan—tugas yang nyaris mustahil di tengah kekacauan politik, minimnya persenjataan, dan ancaman dari laut dan udara. Namun, ia berhasil mendaratkan Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan, membangun kekuatan rakyat, dan mengibarkan semangat perlawanan.
Tak banyak tahu, ia termasuk dalam lingkaran dekat Brigjen Hasan Basry, pahlawan nasional asal Kandangan. Keduanya bukan hanya sekutu, tetapi sahabat yang berjuang dalam senyap dan terang demi satu tujuan: Indonesia merdeka.
📜 Dari Laut ke Meja Perundingan
Sejarah mencatat, perjuangan Danussaputera tak hanya berhenti di garis depan. Pada 17 Oktober 1949, ia memimpin delegasi ALRI dalam perundingan krusial dengan Belanda di Banjarmasin. Duduk sejajar dengan para pemimpin militer dan perwakilan internasional, ia membawa suara dari pejuang Kalimantan yang tak ingin kemerdekaan hanya jadi wacana.
“Ia membawa keberanian dari hutan dan laut ke meja perundingan. Ia tahu, Indonesia tak akan merdeka kalau hanya diam,” ungkap Gerilyansyah, kini anggota DHD 45 Kalimantan Selatan.
🏴 Jejak Perjuangan yang Terlupakan
Tak seperti pahlawan-pahlawan yang tercetak di uang atau buku sejarah sekolah, nama Danussaputera tenggelam dalam ingatan kolektif bangsa. Namun, bukti keberaniannya tertera jelas dalam arsip perjuangan—sejajar dengan nama-nama besar seperti Tjilik Riwut, Husin Hamzah, dan Hasan Basry.
Ia adalah bagian dari jaringan ekspedisi laut yang menghubungkan Jawa dan Kalimantan: membawa senjata, perintah, dan harapan. Ia adalah saksi hidup dari Proklamasi Divisi IV ALRI di Kalimantan pada 17 Mei 1949, salah satu titik balik perlawanan di selatan Kalimantan.
🇮🇩 Bendera Merah Putih untuk Sang Pejuang
Kini, di tengah hiruk-pikuk zaman yang bergerak cepat, sekelompok orang masih mengingat. DHD 45 Kalimantan Selatan, bersama keluarga almarhum, akan memasang tiang bendera merah putih di makam Letkol Danussaputera — simbol kecil untuk jasa yang begitu besar.
“Ini bukan sekadar ritual. Ini adalah pengingat, bahwa kemerdekaan lahir dari nyali dan pengorbanan. Dan Danussaputera adalah bagian dari itu,” ujar Gerilyansyah, yang juga Dewan Penasihat SMSI Kalsel.
🕊️ Warisan yang Tak Boleh Hilang
Warisan Letkol Danussaputera bukan berupa monumen megah atau nama jalan. Tapi ia hidup dalam nilai: keberanian, pengabdian, dan kesetiaan pada republik. Sebuah warisan tak kasat mata yang harus dijaga generasi sekarang.
Di saat negeri ini terus melaju ke masa depan, mengenang Danussaputera adalah bentuk melihat ke belakang agar tidak kehilangan arah ke depan.
🔺 Redaksi: Adam NW Basrindu