HMP FKM UI Desak Regulasi Lebih Tegas, Akademisi Dorong BPOM dan Pemerintah Kendalikan Makanan Berpemanis Buatan

Jakarta, 13 Oktober 2025 — Lonjakan kasus diabetes dan obesitas di Indonesia memicu desakan agar pemerintah segera memperkuat regulasi terhadap konsumsi gula dan pemanis buatan dalam pangan olahan.

Dalam audiensi bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, para akademisi dari Departemen Kajian dan Advokasi Masyarakat (KADVOMAS) Pascasarjana FKM Universitas Indonesia menyoroti lemahnya pengawasan, pelabelan gizi, serta belum diterapkannya pajak minuman berpemanis (sugar tax).

“Masalahnya bukan sekadar rasa manis, tetapi sistem pengendalian yang belum tegas dan belum intuitif di tingkat label maupun sanksi; padahal, masyarakat Indonesia rata-rata mengonsumsi 15–20 sendok teh gula per hari tiga kali lipat dari rekomendasi WHO yang hanya enam sendok teh per hari dan sekitar 75 persen produk kemasan di pasar masih mengandung gula buatan tinggi,” ujar Anggitaningtyas Dzaky Salsabila, perwakilan Departemen KADVOMAS FKM UI, dalam audiensi di Kantor BPOM, Senin (13/10), mengutip data Kemenkes (2023) dan BPS (2022).

BPOM adalah lembaga yang ditugaskan mengawasi obat dan makanan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017, dengan mandat mulai dari penerbitan izin edar, sertifikasi, hingga penegakan sanksi administratif.

Melalui Peraturan BPOM No. 26 Tahun 2021 tentang Informasi Nilai Gizi (ING) dan Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), lembaga ini telah mewajibkan pencantuman kadar gula, garam, dan lemak (GGL) serta menyusun batas aman penggunaan pemanis buatan seperti aspartam, sakarin, dan sukralosa.

Namun, dalam praktik di lapangan, implementasi regulasi masih menghadapi hambatan. Label nilai gizi dinilai kurang intuitif, sementara front-of-pack nutrition label (FoPNL) masih bersifat sukarela.

Publik juga mengalami kesulitan memahami istilah teknis seperti pemanis buatan, gula tambahan, atau sukralosa.

“Produk dengan kadar gula tinggi masih banyak beredar tanpa label peringatan yang mudah dipahami masyarakat. Padahal, ini bagian penting dari literasi gizi,” ujar Anggita kepada pejabat BPOM.

Baca Juga  Polisi Bongkar Praktik Beras Oplosan Bermerek Bulog di HST, 1 Ton Disita

Ia menambahkan bahwa pengawasan pasca-edar (post-market control) sering menemukan ketidaksesuaian antara komposisi produk dengan dokumen pra-izin (pre-market), sehingga sistem pengawasan yang lebih terintegrasi dari hulu ke hilir sangat dibutuhkan.

BPOM menjelaskan bahwa pengawasan pangan olahan dilakukan secara berlapis: mulai dari izin edar, inspeksi fasilitas produksi, hingga batch control dan pengambilan sampel pasca-edar.

Produk yang melanggar regulasi bisa dikenai sanksi administratif, pencabutan izin, atau bahkan penarikan dari pasaran. Di sisi regulasi nasional, PP No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 194, 195, dan 200, telah memberikan dasar hukum baru untuk pengendalian konsumsi gula dan pemanis buatan.

Meski demikian, aturan turunan dalam Permenkes belum diterbitkan, termasuk revisi atas Permenkes No. 30 Tahun 2013 tentang label pangan olahan.

Sebenarnya, draft kebijakan pelabelan gizi bagian depan kemasan (front-of-pack nutrition label atau FoPNL) telah disusun oleh BPOM sejak tahun lalu sebagai langkah untuk meningkatkan transparansi informasi gizi kepada konsumen.

Namun, hingga saat ini draft tersebut belum dapat disahkan karena masih dalam proses koordinasi dan menunggu persetujuan resmi dari Instansi terkait selaku otoritas yang beririsan kebijakan Kesehatan.

Sebagai pendukung argumen terhadap kurangnya realisasi kebijakan yang ada, dalam penelitian oleh UGM, Indonesia tercatat menempati posisi ketiga di Asia Tenggara dalam konsumsi makanan dan minuman kemasan berpemanis (sekitar 20,23 liter per orang per tahun).

Fakta ini menunjukkan bahwa meskipun regulasi sudah ada, pengendalian konsumsi produk berpemanis buatan belum optimal di lapangan.

BPOM juga menegaskan bahwa penguatan literasi dan edukasi gizi menjadi prioritas agar masyarakat mampu membaca dan memahami label pangan dengan benar.

Salah satu inisiatif yang telah dijalankan adalah program Desa Aman Pangan, di mana BPOM membentuk kader pangan di desa dan UPT untuk melakukan penyuluhan, edukasi, dan pengawasan mandiri.

Baca Juga  Ketua DPRD Suwanti Pimpinan Langsung Sertijab Bupati dan Wabup Kotabaru Terpilih dan Rapat Paripurna Penyampaian Pidato Pertama Bupati

“Kami tidak hanya bicara soal pengawasan, tapi juga perubahan perilaku. Literasi gizi harus ditanamkan sejak dini,” ujar pejabat BPOM.

Program tersebut melibatkan fasilitator puskesmas, organisasi masyarakat, dan kader desa untuk memperkuat pemberdayaan dan kesadaran pangan olahan aman di tingkat komunitas.

BPOM menegaskan bahwa pengendalian pangan berpemanis buatan tidak hanya berhenti di tataran industri saja, melainkan harus diperluas melalui kampanye publik serta kemitraan lintas sektor dengan Kemenkes, Kemenkeu, dan DPR RI.

“Kami tidak mempersoalkan regulasinya karena memang sudah ada. Yang kami soroti adalah ketidaktegasan dan lemahnya pelaksanaan di lapangan. Pengendalian pemanis buatan tidak bisa dilepaskan dari kebijakan gula tambahan. Keduanya adalah satu paket dalam strategi nasional pengendalian konsumsi manis,” tegas Anggita

Audiensi ini menegaskan perlunya sinkronisasi antara BPOM, Kementerian Kesehatan, dan DPR RI untuk mempercepat penerapan regulasi turunan dari PP No. 28 Tahun 2024 serta mendorong harmonisasi label pangan sesuai standar internasional.

“Regulasi tanpa edukasi hanya akan menjadi dokumen di atas kertas. Tapi edukasi tanpa regulasi hanya akan jadi wacana,” ujar Anggita menutup presentasinya, disambut tepuk tangan para peserta audiensi.

Senada dengan bahasan sebelumnya, Wafi Syukri Baraja selaku Ketua Departemen Kajian dan Advokasi Masyarakat HMP FKM UI juga menyatakan Sebagai akademisi dan bagian dari masyarakat ilmiah, kami menilai bahwa penguatan regulasi pemanis buatan harus diiringi dengan penerapan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) dan pendekatan lintas sektor yang konsisten.

Pemerintah perlu memastikan bahwa sistem pelabelan gizi berjalan efektif, disertai mekanisme pengawasan dan evaluasi yang terukur terhadap kepatuhan industri.

Instrumen fiskal seperti pajak berbasis kadar gula serta kebijakan reformulasi produk perlu dikaji sebagai upaya pengendalian konsumsi yang berkeadilan dan berorientasi pada kesehatan masyarakat.

Selain itu, penguatan literasi gizi publik dan partisipasi masyarakat harus menjadi bagian integral dari strategi nasional. Dengan langkah implementatif dan kolaboratif ini, pengendalian pangan berpemanis buatan tidak hanya akan memperkuat tata kelola pangan nasional, tetapi juga menurunkan beban penyakit tidak menular dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan.”
Muhammad Alfiansyah, Ketua HMP FKM UI, menyampaikan: “Isu pengendalian konsumsi pemanis buatan bukan hanya soal regulasi teknis, tapi menyangkut masa depan kesehatan masyarakat Indonesia.

Baca Juga  Polsek Kelumpang Barat Berhasil Amankan Penjual Miras Ilegal

Kami melihat perlunya keberanian politik dan konsistensi kebijakan dari pemerintah untuk memastikan regulasi yang sudah ada benar-benar diterapkan dengan tegas di lapangan.

BPOM bersama Kementerian Kesehatan dan lembaga terkait perlu memperkuat sinergi dalam hal pengawasan, pelabelan gizi, dan edukasi publik.

Literasi gizi menjadi kunci agar masyarakat mampu membuat keputusan konsumsi yang lebih sadar dan sehat.

Sebagai bagian dari komunitas akademik, HMP FKM UI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis dalam advokasi kebijakan berbasis bukti ilmiah.

Kami ingin memastikan bahwa kebijakan pangan nasional tidak hanya berorientasi pada kepentingan industri, tetapi benar-benar berpihak pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan prevalensi diabetes dan obesitas yang terus meningkat, isu pemanis buatan kini menjadi bagian penting dari agenda kebijakan kesehatan publik nasional.

Akademisi berharap hasil audiensi ini dapat mempercepat lahirnya kebijakan pangan yang tidak hanya manis di lidah, tetapi juga benar-benar menyehatkan rakyat Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *