Banjarmasin, – Sidang lanjutan perkara gugatan harta ‘gono gini’ antara H Hilmi (penggugat) dan mantan istrinya Hj Lailan Hayati (tergugat) kembali berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Rabu (11/9/24).
Persidangan yang berfokus pada wan prestasi terhadap surat perjanjian dan kesepakatan bersama ini dipimpin oleh Majelis Hakim Fidiyawan SH MH, dengan anggota hakim Maria SH MH dan Rustam Parluhutan SH MH.
Penggugat H Hilmi didampingi oleh kuasa hukumnya Hasbi Azhari SH, sementara tergugat Hj Lailan Hayati diwakili oleh tim kuasa hukum yang terdiri dari Dr Junaidi SH MH, Pranoto SH, Budi Prasetyo SH MH, Yudi Ridarto SH, H Siswansyah SH M.Si MH, M Kurniawan SH, Tiara Aprichiliana SH MH, dan Helda Paramitha SH.
Pada persidangan kali ini, pihak tergugat menghadirkan dua orang saksi ahli, yakni seorang notaris yang diidentifikasi sebagai JS dan dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (FH ULM) Banjarmasin, Zakiah SH MH.
Saksi JS mengonfirmasi bahwa ia telah melakukan waarmerking pada 19 April 2022 dan turut menyaksikan penandatanganan surat kesepakatan di Polresta Banjarmasin, yang saat itu juga dihadiri oleh anak dan mantan istri H Hilmi, meski H Hilmi tidak hadir. Ketegangan muncul ketika Hakim menanyakan perbedaan tanggal pada surat kesepakatan.
Surat kesepakatan yang diajukan penggugat mencantumkan tanggal 19 April 2022 dengan tulisan tangan, sementara surat dari tergugat tidak mencantumkan tanggal meski menurut kuasa hukum tergugat, surat tersebut berasal dari notaris. Saksi JS menegaskan bahwa ia tidak berani mengubah surat kesepakatan.
Saksi juga menjelaskan bahwa saat penandatanganan di Polresta, daftar aset yang akan dibagikan tidak dilampirkan, dan ia tidak mengetahui pelaksanaan surat perjanjian tersebut.
Sementara itu, saksi Zakiah SH MH mengungkapkan bahwa surat perjanjian yang ada menunjukkan adanya unsur paksaan, yang mengakibatkan perjanjian tersebut cacat hukum dan dapat dibatalkan, terutama jika pembagian harta tidak adil dan tidak memenuhi asas itikad baik, transparansi, kejujuran, dan kepatutan.
Dr Junaidi SH MH, kuasa hukum tergugat, menyatakan setelah persidangan bahwa kesaksian ahli sangat membantu hakim dalam mengambil keputusan.
Ia menggarisbawahi pentingnya itikad baik dalam pembuatan perjanjian dan menyoroti bahwa aset yang akan dibagikan tidak pernah ditunjukkan.
Dr Junaidi juga menyebutkan bahwa pihaknya sedang melakukan gugatan rekonvensi, termasuk meminta pernyataan batal dan tidak sah secara hukum terhadap perjanjian tersebut, terutama terkait pencabutan laporan pidana.