Tanah Laut, — Sebuah video yang memperlihatkan proses pembagian bantuan beras oleh Kepala Desa Bati-Bati, H. Mulyadi, viral di media sosial dan memicu perhatian publik.
Dalam video tersebut, H. Mulyadi menyebut bahwa sejumlah penerima bantuan berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan menengah, yakni kategori desil 4 hingga 6, yang seharusnya tidak termasuk prioritas penerima bantuan sosial.
Menanggapi hal ini, Dinas Sosial Kabupaten Tanah Laut memberikan klarifikasi dan menyatakan keberatan terhadap pernyataan yang menyebut data penerima berasal dari Dinas Sosial.
“Kami pun merasa marah dengan kejadian ini. Setelah kami cek, banyak penerima di Desa Bati-Bati justru berasal dari desil 4, 5 bahkan 6. Padahal yang berhak menerima bantuan hanya desil 1 sampai 3,” ujar Kepala Dinas Sosial Tanah Laut, Eko Trianto, S.Sos, Senin (29/7).
Dalam sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial, desil digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesejahteraan penduduk dari skala 1 (sangat miskin) hingga 10 (kaya). Penerima bantuan sosial biasanya berasal dari desil 1 hingga 3.
Namun, hasil verifikasi ulang yang dilakukan oleh Dinas Sosial menunjukkan bahwa penerima bantuan di Desa Bati-Bati tersebar hingga desil 6, dengan rincian sebagai berikut:
Desil 1 (sangat miskin): 13 penerima
Desil 2 (miskin): 32 penerima
Desil 3 (hampir miskin): 41 penerima
Desil 4 (rentan miskin): 34 penerima
Desil 5 (menengah bawah): 13 penerima
Desil 6 ke atas (menengah atas): 3 penerima
“Desil 4 dalam sistem kami sudah termasuk kategori hijau, artinya tidak masuk dalam penerima bantuan. Maka kami mempertanyakan, data mana yang digunakan dalam pembagian beras tersebut,” kata Eko.
Eko menegaskan bahwa bantuan beras yang dibagikan di Desa Bati-Bati bukan merupakan program langsung dari Dinas Sosial Kabupaten Tanah Laut. Namun, pihaknya memang dilibatkan dalam proses administratif, seperti menerbitkan Surat Keputusan (SK) tim pendamping.
“Bantuan itu bukan dari Dinas Sosial daerah. Kami memang ada dalam struktur pendamping, tapi kami tidak mengeluarkan data penerima. Semua data berasal dari Kementerian Sosial,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Dinas Sosial terakhir kali merilis data DTKS pada bulan sebelumnya dan belum ada pembaruan yang mencakup penambahan penerima dari desil atas.
Kasus ini menyoroti pentingnya akurasi dan validitas data dalam proses penyaluran bantuan sosial. Jika tidak tepat sasaran, bantuan yang seharusnya meringankan beban warga miskin justru bisa menimbulkan kecemburuan dan kesenjangan sosial baru di masyarakat.
“Tujuan bantuan ini sangat baik. Tapi bila pelaksanaannya tidak berdasarkan data yang benar, maka bisa memunculkan ketidakadilan di lapangan,” tegas Eko.