BANJARMASIN – Upaya Pemerintah Kota Banjarmasin dalam meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja lokal terus menunjukkan kemajuan. Saat ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjarmasin sedang melakukan pembahasan serius terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Ketenagakerjaan. Proses revisi ini dipimpin langsung oleh Panitia Khusus DPRD yang membidangi ketenagakerjaan.
Ketua DPRD Banjarmasin, Rikval Fachruri, menyampaikan bahwa Raperda yang tengah dibahas tersebut merupakan revisi terhadap Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2018. Ia menegaskan, perubahan ini bukan hanya untuk menyelaraskan dengan aturan di tingkat nasional, tetapi juga untuk memperkuat kebijakan daerah agar lebih adaptif dan responsif terhadap dinamika ketenagakerjaan yang terus berkembang.
“Perda ini kita susun ulang agar bisa melengkapi dan mendukung Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku secara nasional. Fokusnya adalah menciptakan sistem ketenagakerjaan yang adil dan berkelanjutan, serta mengakomodasi perlindungan hak-hak pekerja,” ujarnya saat ditemui wartawan usai rapat pembahasan Raperda.
Rikval menjelaskan bahwa isi dari Raperda ini akan mencakup berbagai aspek penting ketenagakerjaan, mulai dari peningkatan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, penguatan hubungan industrial, hingga perlindungan tenaga kerja secara fisik, sosial, dan hukum. Hal ini menurutnya menjadi bagian dari komitmen pemerintah daerah dalam menciptakan iklim kerja yang sehat dan manusiawi.
“Selain menjamin hak-hak dasar para pekerja, kita juga ingin mengedepankan nilai-nilai kesetaraan dan inklusi sosial di lingkungan kerja. Semua pekerja, termasuk penyandang disabilitas, harus mendapatkan hak yang sama dalam hal kesempatan dan perlakuan di tempat kerja,” lanjut Rikval.
Dalam Raperda ini, akan diatur pula ketentuan khusus mengenai persentase minimal penyerapan tenaga kerja dari kelompok disabilitas. Ini menjadi salah satu poin penting yang dinilai sebagai bentuk nyata dari keberpihakan pemerintah terhadap kelompok masyarakat rentan.
Rikval juga menyoroti pentingnya pemberian kewenangan lebih besar kepada Pemerintah Kota Banjarmasin dalam pengelolaan ketenagakerjaan di wilayahnya. Hal ini mencakup pengembangan pelatihan kerja, peningkatan produktivitas tenaga kerja, serta penempatan tenaga kerja lokal secara tepat dan efisien.
Dengan adanya regulasi yang lebih kuat, Pemko Banjarmasin diharapkan dapat melakukan kerja sama lintas sektor dengan lebih optimal—baik dengan dunia industri, lembaga pelatihan, hingga organisasi masyarakat sipil.
“Pemko harus punya pijakan hukum yang kokoh untuk meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja daerah. Kita tidak bisa hanya bergantung pada pusat. Harus ada regulasi lokal yang memayungi dan mengarahkan seluruh kebijakan ketenagakerjaan di kota ini,” tegasnya.
Lebih jauh, Rikval berharap agar Raperda ini mampu menjadi instrumen yang efektif dalam menciptakan keadilan sosial di dunia kerja. Menurutnya, peraturan daerah ini bukan hanya formalitas administratif, tetapi sebuah bentuk komitmen moral dan politik untuk memastikan bahwa pekerja mendapatkan perlindungan, kesejahteraan, serta lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Ia menekankan, ketenagakerjaan merupakan isu strategis yang memengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, penyusunannya tidak boleh tergesa-gesa dan harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
“Kita harus pastikan bahwa semua suara didengar—baik dari serikat pekerja, pengusaha, penyandang disabilitas, hingga masyarakat umum. Ini penting agar Raperda yang dihasilkan benar-benar mewakili kebutuhan dan harapan semua pihak,” pungkas Rikval.
DPRD Banjarmasin berharap, melalui Raperda ini, Kota Banjarmasin dapat memiliki regulasi ketenagakerjaan yang tidak hanya sejalan dengan kebijakan nasional, tetapi juga relevan dengan kondisi lokal. Dengan demikian, pembangunan sektor ketenagakerjaan di kota ini bisa berjalan lebih efektif, inklusif, dan berkeadilan.
Pembahasan Raperda ini masih akan terus berlanjut dengan agenda-agenda diskusi lanjutan, termasuk dengar pendapat publik dan uji materi bersama berbagai pihak yang berkepentingan. Masyarakat pun diimbau untuk ikut mengawal proses ini agar hasil akhirnya benar-benar berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal.