Banjarmasin, 10 Juli 2024 – Kebijakan terbaru terkait penerapan aplikasi Si Ujang Gatrik (SUG) oleh Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kembali memicu protes dari kalangan pelaku usaha jasa kelistrikan.
Kritikan kali ini disuarakan oleh Ketua Persatuan Kontraktor Listrik Nasional (Paklina) Provinsi Kalimantan Selatan, Helmi Rifai, S.H.
Helmi Rifai mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak regulasi terbaru ini terhadap biaya operasional survei lapangan.
“Kami sedang beradaptasi dengan regulasi penggunaan aplikasi Mojang yang berpotensi meningkatkan biaya survei ke lokasi yang jauh, namun tiba-tiba ada pengumuman kebijakan baru,” ungkapnya dikutif dari Kanalkalimantan.com
Helmi, yang juga bakal calon Wakil Wali Kota Banjarmasin, menegaskan bahwa kebijakan ini dapat menambah beban biaya dan menghambat aktivitas bisnis yang selama ini berjalan lancar.
“Kami mengajak pelaku usaha untuk menolak kebijakan ini agar pemerintah dapat mempertimbangkan ulang keputusannya,” tambahnya.
Menurut Helmi, penolakan ini bukan berarti menentang regulasi, melainkan upaya untuk mendapatkan kebijakan yang mendukung dunia usaha dan masyarakat secara keseluruhan.
“Kami khawatir akan adanya pungutan tambahan terhadap penggunaan aplikasi ini, yang tentu akan menambah beban operasional kami,” jelasnya.
Helmi juga berharap agar keluhan dari pelaku usaha ini didengar dan dipertimbangkan serius oleh pemerintah pusat.
“Kami selalu mendukung program pemerintah, namun kami juga meminta agar suara kami didengar dalam proses pengambilan keputusan,” tegasnya.
Sebelumnya, penerapan ketentuan ini akan diuji coba di beberapa daerah, termasuk Kota Bandung, Kabupaten Demak, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Semarang, dan Surabaya.
Pendaftaran permohonan penerbitan Nomor Identitas Instalasi (Nidi) dan Sertifikat Laik Operasi (SLO) kini hanya dapat dilakukan melalui platform layanan satu pintu seperti aplikasi PLN Mobile, Listrik One, Voltara, dan Lisensi, sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan Dirjen Ketenagalistrikan.
Namun demikian, Helmi Rifai menyoroti bahwa pengumuman kebijakan ini dinilai terlalu cepat dan minim sosialisasi kepada pelaku usaha jasa kelistrikan.
Dengan adanya protes ini, semakin menguatkan bahwa kebijakan pemerintah dalam implementasi teknologi di sektor kelistrikan perlu disertai dengan dialog yang lebih intensif dengan stakeholder terkait untuk meminimalkan potensi dampak negatif terhadap pelaku usaha dan masyarakat.(*/Kakal)