JAKARTA – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum., mengumumkan persetujuannya untuk penghentian penuntutan dalam sebuah kasus tindak pidana berdasarkan prinsip keadilan restoratif.,Senin(9/9/24).
Keputusan ini diambil terkait dengan kasus yang melibatkan Eko, tersangka dari Kejaksaan Negeri Tapin, Kalimantan Selatan.
Kasus ini bermula pada 21 Juni 2024, ketika Eko mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya Margasari, Desa Margasari Hilir, Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin.
Saat itu, Eko yang mengendarai sepeda motor Suzuki mengalami kecelakaan setelah mencoba menghindari seorang korban yang tiba-tiba menyebrang jalan untuk mengambil sumbangan di tengah jalan.
Meskipun Eko telah berusaha menghindari korban dengan membunyikan klakson dan mengerem, kecelakaan tidak dapat dihindari, menyebabkan korban meninggal dunia dan Eko mengalami luka-luka ringan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan visum, korban ditemukan mengalami luka-luka pada bagian dagu, lutut, dan kaki, serta cairan merah di beberapa bagian tubuh akibat benturan benda tumpul.
Kasus ini diatur di bawah Pasal 310 Ayat (4) dan Pasal 310 Ayat (1) UU RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dengan ancaman pidana penjara hingga enam tahun dan/atau denda hingga Rp12 juta.
Namun, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan terhadap Eko berdasarkan keadilan restoratif. Pertimbangan utama dalam keputusan ini mencakup,Kelalaian: Eko dianggap melakukan tindak pidana akibat kelalaian, bukan niat jahat.
Serta Pihak keluarga korban, Rusnah, telah mengikhlaskan kejadian tersebut dan menerima permohonan maaf dari Eko.
Eko telah berdamai dengan keluarga korban dan memberikan santunan sebesar Rp10 juta sebagai bentuk tanggung jawab.
Keputusan ini mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat yang menilai bahwa penyelesaian kasus dengan keadilan restoratif adalah langkah yang adil dan bijaksana.
Penghentian penuntutan ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan SEJAM PIDUM Nomor 1 Tahun 2022, yang mengatur penerapan keadilan restoratif dalam kasus-kasus tertentu.
Prinsip keadilan restoratif ini bertujuan untuk menyelesaikan konflik dengan pendekatan yang mengutamakan rekonsiliasi dan kompensasi, bukan hanya hukuman.
Keputusan ini mencerminkan upaya Kejaksaan Agung RI untuk memberikan keadilan yang lebih holistik, dengan memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat dan mendorong perdamaian serta pemulihan.