BANJARMASIN — Di tengah rintik hujan pada pagi hari, suara rakyat menggema lantang di depan Gedung Wakil Rakyat. Ratusan warga dari Banua Anam yang meliputi wilayah Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong bersatu dalam satu barisan dan satu suara “Menolak truk batu bara melintasi jalan umum”.
Aksi damai bertajuk “Gelar Suara Rakyat” ini diinisiasi oleh Sahabat Anti Kecurangan Bersatu (SAKUTU). Massa memadati Jalan Lambung Mangkurat, tepat di depan Gedung DPRD Kalimantan Selatan, pada Kamis (17/4/2025).
Dengan membawa spanduk bertuliskan “Stop Truk Tambang di Jalan Rakyat”, serta umbul-umbul khas Suku Dayak, mereka menyuarakan keresahan yang selama ini dirasakan, namun tak pernah benar-benar ditanggapi.
“Jalan ini milik rakyat, bukan jalur emas untuk perusahaan tambang!” teriak salah seorang peserta aksi, suaranya menggema di tengah kerumunan.
Di berbagai wilayah Banua Anam, truk-truk tambang batu bara telah menjadi momok. Armada tersebut melintasi jalan nasional dan provinsi yang seharusnya menjadi jalur utama masyarakat. Akibatnya, kerusakan jalan tidak bisa dihindari, kecelakaan terjadi, dan akses warga terganggu.
Masyarakat menilai, negara seolah membiarkan kepentingan bisnis menginjak-injak hak publik. Padahal, sudah ada payung hukum yang mengatur persoalan ini.
Perda Kalimantan Selatan No. 3 Tahun 2008 yang diperbarui menjadi Perda No. 3 Tahun 2012.
Secara tegas melarang angkutan hasil tambang dan perkebunan menggunakan jalan umum.
Namun, kenyataannya aturan tersebut tidak pernah ditegakkan secara serius.
Dalam orasinya, Koordinator SAKUTU, Aliansyah, mengeluarkan peringatan keras.
“Kami masih percaya pada negara. Tapi kalau terus dibungkam, rakyat Banua akan bertindak sendiri. Jangan salahkan kami jika hukum adat atau hukum rimba kami hidupkan!” serunya.
Pernyataan itu bukan gertakan kosong. Bagi masyarakat Kalimantan, hukum adat adalah simbol kehormatan dan kedaulatan lokal. Dan ketika hukum negara gagal memberi rasa aman, mereka tak segan kembali pada akar tradisinya.
Tokoh sentral aksi, Si Raja Demo, menambahkan bahwa persoalan ini bukan hanya tentang kerusakan jalan, tetapi juga tentang keadilan yang dirampas.
“Ini jalan nasional, jalan rakyat. Bukan milik perusahaan tambang. Kami bukan musuh pembangunan, tapi pembangunan yang merampas hak rakyat adalah bentuk penjajahan baru!” tegasnya.
Massa aksi akhirnya diterima oleh Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan, H. Kartoyo, S.M., dan Ketua Komisi III, Apt. Mustaqimah, S.Farm., M.Si. Dalam dialog terbuka di depan massa, Kartoyo menyampaikan komitmen DPRD untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut.
“Kami mendengar dan menerima seluruh tuntutan saudara-saudara dengan terbuka. Ini bukan hanya soal tambang, ini soal keselamatan rakyat. Kami akan koordinasikan dengan pemerintah provinsi dan pihak terkait agar segera ada langkah nyata,” ujarnya.
Aksi SAKUTU hari ini bukan hanya tentang tambang, tetapi juga tentang kedaulatan rakyat atas tanah dan jalan mereka sendiri. Masyarakat Banua Anam telah bersuara.