Tangis Cinta di Tanah Abwa

Pijarkalimantan.com – Dalam perjalanan suci menuju Madinah, Rasulullah ﷺ singgah di sebuah tempat sunyi yang bernama Abwa. Tanahnya tandus, berdebu, hanya angin padang pasir yang setia berembus pelan—seolah membawa bisikan kenangan yang telah lama terkubur.

Di tempat sepi inilah, jasad mulia Aminah binti Wahb, ibunda tercinta Nabi Muhammad ﷺ, dimakamkan. Sejak usia enam tahun, beliau telah kehilangan pelukan hangat seorang ibu. Namun rindu itu… tak pernah benar-benar hilang.

Ketika rombongan berhenti, Rasulullah ﷺ meminta izin untuk menyendiri sejenak. Dengan langkah perlahan, beliau berjalan menuju sebuah gundukan tanah sunyi yang telah puluhan tahun menyimpan cinta dan luka masa kecilnya.

Sesampainya di sana, beliau duduk. Diam. Menunduk dalam kesyahduan. Tak ada suara—bahkan alam pun seolah menahan napas, menghormati momen agung itu. Hanya desir angin dan detak rindu yang terdengar.

Lalu, tiba-tiba… air mata mulai mengalir di wajah Rasulullah ﷺ. Tangisnya pecah, lirih namun dalam—bagaikan seorang anak kecil yang kembali mencari dekapan ibu. Padahal di hadapan dunia, beliau adalah seorang pemimpin agung, kekasih Allah, cahaya bagi umat manusia.

Namun di depan pusara itu, beliau hanyalah seorang anak… yang merindukan ibunya.

Para sahabat yang menyaksikan tak kuasa menahan haru. Air mata mereka jatuh satu per satu. Mereka melihat, betapa manusiawinya cinta Rasulullah ﷺ—betapa sucinya duka seorang anak kepada ibunya.

Salah seorang sahabat memberanikan diri bertanya, pelan dan penuh hormat:

“Wahai Rasulullah, apa yang membuat engkau menangis sedalam ini?”

Dengan suara yang nyaris berbisik, namun penuh makna, beliau menjawab:

“Aku diberi izin untuk menziarahi makam ibuku,
tetapi tidak diizinkan untuk memohonkan ampun untuknya.
Aku menangis karena aku teringat kasih sayangnya saat aku kecil.
Dan rindu ini… begitu dalam.”

Baca Juga  Kapolres Tanah Laut Turun Langsung Kawal Aksi Unjuk Rasa

Tangis itu bukan tangis kelemahan. Bukan pula tangis putus asa.

Itu adalah tangis cinta—yang jujur, tulus, dan bercahaya. Cinta seorang anak kepada ibunya. Cinta yang tetap hidup meski waktu telah berjalan jauh.

Di tanah Abwa, kita belajar:
Bahwa bahkan seorang nabi pun menyimpan rindu yang begitu manusiawi.
Bahwa kasih ibu tak pernah tergantikan.
Dan bahwa mendoakan serta mengenang orang tua adalah bentuk tertinggi dari bakti dan cinta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *