Tersendat 6 Tahun, Dugaan Penyerobotan Lahan oleh Oknum Kades di Barito Kuala Masih Gelap

Kuasa Hukum Enis Sukmawati saat memberikan keterangan kepada awak media terkait lambannya penanganan kasus tanah kliennya oleh aparat penegak hukum, di Mako Polres Batola, Senin (15/7/25).

Barito Kuala,15 Juni 2025 – Dugaan kasus penyerobotan lahan dan pemalsuan dokumen tanah yang melibatkan seorang kepala desa di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, kembali menjadi sorotan. Meski laporan awal diajukan sejak tahun 2019, proses hukumnya hingga pertengahan 2025 masih belum memperlihatkan kepastian.

Perkara ini dilaporkan oleh S.H melalui kuasa hukumnya Enis Sukmawati dari Kantor Hukum Nenggala Alugoro. Ia mengungkapkan bahwa kliennya sudah cukup lama memperjuangkan hak atas tanah miliknya yang diduga diserobot dengan memanfaatkan dokumen palsu.

Laporan kepolisian dengan nomor LP/95/IX/2019/Kalsel/Res Batola, tertanggal 3 September 2019, menjadi dasar upaya hukum tersebut.

Dalam perkembangan awal penyelidikan, dua nama sempat ditetapkan sebagai tersangka: Jusriyan dan Abdul Kadir.

Namun hingga kini hanya berkas Jusriyan yang sempat dilimpahkan ke jaksa pada akhir 2019.

Berbeda dengan Abdul Kadir, yang disebut-sebut masih menjabat sebagai Kepala Desa, berkasnya justru seakan tenggelam tanpa kejelasan hukum.

“Seharusnya, jika memang penyidikan terhadap Abdul Kadir dihentikan, maka kami harus menerima SP3 secara resmi. Faktanya, SP2HP pun tak pernah diberikan,” ujar Enis.

Ketidaktegasan aparat hukum ini menuai kritik tajam. Menurut Enis, jabatan Kepala Desa seharusnya diberhentikan sementara ketika seseorang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pidana berat, sesuai dengan aturan PP 72 Tahun 2005.

“Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga mencederai rasa keadilan,” tegasnya.

Lebih lanjut, konflik ini menguak adanya dugaan tumpang tindih kepemilikan sertifikat tanah. Kliennya, S.H, tercatat memiliki sertifikat resmi sejak tahun 2005.

Anehnya, pada 2017 muncul sertifikat lain atas lahan yang sama. Dalam yurisprudensi Mahkamah Agung tahun 2018, disebutkan bahwa sertifikat yang lebih dahulu terbit menjadi yang sah secara hukum.

Baca Juga  Kinerja Solid dan Unggul Sepanjang 2023, PT Indosat Tbk Siap Perkuat Transformasi Menuju AI Native TechCo

“Masalah ini bukan sekadar konflik tanah, tapi sudah mengarah pada praktik mafia tanah yang melibatkan pejabat desa. Penyalahgunaan kekuasaan seperti ini mengancam hak-hak warga,” ucap Enis lagi.

Tim kuasa hukum menuntut agar pihak kepolisian, khususnya Polda Kalimantan Selatan, segera memberikan laporan perkembangan (SP2HP) dan membawa kasus ini ke ranah persidangan. Mereka mendesak penegak hukum bertindak adil dan transparan.

“Bayangkan jika pejabat desa saja bisa bermain dalam urusan tanah, bagaimana rakyat biasa bisa mempertahankan tanah miliknya? Negara harus hadir dan tegas,” pungkas Enis Sukmawati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *