Walhi Kritik Pemerintah atas Diamnya Terhadap Kerusakan Lingkungan di Rantau Bakula

Foto Istimewa

BANJARBARU – Suara warga Desa Rantau Bakula, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, kian lantang menyuarakan keresahan atas dampak buruk aktivitas tambang batubara bawah tanah milik perusahaan asing PT Merge Mining Industri (MMI), yang berasal dari Tiongkok.

Dalam konferensi pers yang digelar di Sekretariat Walhi Kalimantan Selatan, Selasa (16/4/25). sejumlah warga menyuarakan kondisi memprihatinkan yang mereka hadapi.

Selain kerusakan lingkungan seperti pencemaran air, udara, dan kebisingan, mereka juga mengaku mengalami tekanan hingga dugaan kriminalisasi dari oknum aparat.

Sejak mengantongi izin produksi pada 2016 dengan area konsesi seluas 1.170 hektare, PT MMI telah melakukan aktivitas eksplorasi sejak era 1990-an.

Namun, dampaknya kini terasa semakin nyata dan membebani kehidupan warga.

Mariadi, transmigran yang telah tinggal di sana sejak 1991, menuturkan bahwa kondisi lingkungan kini jauh dari layak.

“Dulu kami bisa hidup berdampingan, tapi sekarang kami dipaksa menghadapi polusi dan intimidasi. Warga makin tertekan, bukan hanya oleh dampak fisik, tapi juga oleh tindakan represif,” katanya dalam konferensi pers pada Rabu (16/04/25).

Keluhan warga sempat disampaikan ke DPRD Provinsi Kalimantan Selatan akhir Februari 2025.

Dalam forum mediasi yang difasilitasi Komisi III DPRD Kalsel dan melibatkan PT MMI, Dinas ESDM dan DLH provinsi, serta pihak Kementerian ESDM, dibentuk Tim Penyelesaian Masalah.

Namun hingga pertengahan April, tim tersebut belum menunjukkan aksi konkret di lapangan.

Di sisi lain, penderitaan warga belum berakhir. Mistina, salah satu warga desa, mengeluhkan kualitas air sumur yang memburuk.

“Air kami tak layak lagi untuk memasak atau mencuci. Anak-anak bahkan mengalami gatal-gatal. Kami terpaksa membeli air galon setiap hari,” jelasnya.

Harga satu galon air bersih kini mencapai Rp8.000, dan satu keluarga bisa membeli hingga empat galon per hari.

Baca Juga  Bhabinkamtibmas Tegalrejo Dorong Warga Manfaatkan Lahan Pekarangan Untuk Budidaya Ikan Nila

Tak hanya itu, petani pun ikut terdampak. Paryun, petani karet, melaporkan hasil sadapannya kini menurun drastis.

“Kalau dulu seminggu bisa dapat 50 kilogram, sekarang paling banyak cuma separuhnya,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Masalah lain yang mencuat adalah dugaan kriminalisasi terhadap warga.

Sumardi (64), petani lokal, dijatuhi hukuman percobaan setelah dilaporkan oleh perusahaan karena dianggap mengancam saat berusaha mempertahankan lahannya.

Bahkan, seorang warga dengan disabilitas mental, Sugiarto (30), diduga mengalami kekerasan oleh petugas keamanan perusahaan, namun penyelidikan kasus ini belum menunjukkan kejelasan.

Warga menuntut DPRD Kalsel untuk segera meninjau kondisi lapangan dan memastikan Tim Penyelesaian Masalah bekerja secara nyata dan terbuka.

Mereka juga mendorong adanya tindakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan pihak perusahaan.

Raden Rafiq, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan, menegaskan bahwa kasus ini tak bisa dibiarkan.

Ia menyebut pihaknya akan mendorong advokasi hingga ke tingkat nasional dan internasional demi keadilan bagi warga Rantau Bakula serta penegakan hukum terhadap pelanggaran sektor pertambangan.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *