Sidang Pra Peradilan AF vs Polda Kalsel Kembali Digelar di PN Banjarmasin

Banjarmasin – Sidang lanjutan pra peradilan dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2024/PN Bjm antara pihak pemohon, AF, yang didampingi kuasa hukumnya Herman Felani SH, MH, C.L.A, dan CH. Harno SH, melawan Ditreskrimum Polda Kalimantan Selatan, kembali digelar di Pengadilan Negeri Banjarmasin, pada Rabu (11/12/2024).

Sidang yang terbuka untuk umum tersebut dipimpin oleh hakim tunggal Hapsari Retno Widowulan SH, dan dihadiri oleh tim Bidang Hukum Polda Kalimantan Selatan sebagai pihak termohon.

Pada sidang kali ini, kedua belah pihak menghadirkan saksi-saksi. Pihak pemohon menghadirkan saksi H. Bahtiar, sementara pihak termohon menghadirkan saksi Hutapea serta menyerahkan tambahan bukti berupa surat.

Kuasa hukum pemohon, CH. Harno SH, yang didampingi oleh rekan-rekannya, menjelaskan bahwa agenda persidangan kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi dari kedua belah pihak.

Salah satu hal menarik dalam persidangan kali ini adalah keterangan saksi Hutapea dari pihak termohon, yang mengungkapkan bahwa peristiwa yang menjadi dasar perkara ini berawal dari perjanjian jual beli batubara secara lisan antara AH dan AF.

“Hal ini sangat jelas dalam keterangan saksi yang menjelaskan bahwa dasar dari peristiwa ini adalah perjanjian lisan antara AH dan AF,” ujar CH. Harno SH.

Dia juga menambahkan bahwa karena perjanjian tersebut tidak tercatat secara tertulis, maka segala perselisihan yang muncul adalah ranah hukum keperdataan, bukan pidana, dan oleh karena itu tidak bisa dijadikan dasar untuk penetapan tersangka.

Selain itu, dalam sidang tersebut juga terungkap bahwa laporan terhadap AF disampaikan oleh H, yang ternyata mendapat kuasa dari AH.

Hal ini menunjukkan bahwa AH-lah yang diduga menjadi pihak yang melaporkan, meskipun laporan tersebut sebelumnya telah dihentikan dengan SP3.

Baca Juga  Satgas TMMD ke-123 Kodim Kotabaru Gelar Sosialisasi Pertanian Untuk Warga Desa Talusi

Saksi H. Bahtiar, ayah dari AF, juga memberikan kesaksian yang mengungkapkan bahwa awalnya ia diminta untuk membawa AF ke rumah AH.

Di sana, AH mengklaim bahwa AF memiliki utang sebesar Rp1,4 miliar. Namun, ketika diminta untuk menunjukkan bukti utang tersebut, AH tidak dapat memperlihatkannya.

Akhirnya, H. Bahtiar menandatangani surat pengakuan utang atas nama AF setelah merasa kasihan melihat AF yang diduga disiksa. Meskipun AF menolak menandatangani surat tersebut, H. Bahtiar tetap melakukannya demi mengakhiri permasalahan tersebut.

Kuasa hukum pemohon, Herman Felani SH, MH, C.L.A, menyampaikan harapannya agar hakim memutuskan untuk menerima permohonan pra peradilan dan menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap AF tidak sah.

Selain itu, pihaknya juga meminta agar penangkapan dan penahanan terhadap AF dibatalkan serta agar surat pengakuan utang yang dijadikan dasar oleh termohon dianggap tidak sah.

Sidang pra peradilan ini akan berlanjut pada persidangan berikutnya untuk mendengarkan tanggapan lebih lanjut dari kedua belah pihak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *